Fakta sejarah Pemerkosaan Nanking

Pemerkosaan Nanking

Mengutip History, sekitar 20.000 hingga 80.000 wanita China diserang secara seksual oleh Tentara Kekaisaran Jepang. dari pintu ke pintu, para tentara Jepang menyeret keluar wanita, bahkan anak-anak kecil. Mereka melakukan aksi keji tersebut secara beramai-ramai. Kemudian, setelah selesai dengan korban, para tentara Jepang itu segera membunuh para korban.

Wanita tua di atas usia 70 tahun serta gadis kecil di bawah usia 8 tahun diseret untuk diperkosa. Lebih dari 20.000 perempuan (beberapa memperkirakan 80.000) diperkosa beramai-ramai oleh tentara Jepang, kemudian ditikam sampai mati dengan bayonet atau ditembak sehingga mereka tidak akan pernah bisa bersaksi.

Wanita hamil tidak luput dari sasaran dari pasukan Jepang. Dalam beberapa kasus,          mereka diperkosa, kemudian perutnya dibelah dan janinnya dicabut. Kadang-kadang, setelah menyerbu ke dalam sebuah rumah dan bertemu dengan seluruh keluarga, tentara Jepang memaksa ayah untuk memperkosa anak perempuannya, anak laki-laki untuk memperkosa ibunya,       dan saudara laki-laki untuk memerkosa saudara perempuan. Sementara anggota keluarga lainnya disuruh menonton. Peristiwa mengerikan ini dikenal sebagai Pembantaian Nanking atau Pemerkosaan Nanking. Diperkirakan sekitar 20.000 hingga 80.000  wanita termasuk anak-anak dan lansia diperkosa selama pendudukan Jepang dikota Nanking.

 

Kejadian ini berawal dari Jepang yang merasa geram dengan Perlawanan Tiongkok, dan ketika  Nanking yang merupakan ibukota Tiongkok jatuh pada Desember 1937, pasukan Jepang segera membantai ribuan tentara China yang telah menyerah kepada mereka. 

Jepang kemudian mengumpulkan sekitar 20.000 pemuda China dan mengangkut mereka dengan menggunakan truk menuju luar tembok kota, dimana mereka akan dibantai disana. Pasukan jepang kemudian menjarah kota Nanking dan melakukan pemerkosaan kepada sebagian besar populasi wanita dikota tersebut.

Selama enam minggu, kehidupan orang China setiap harinya terasa seperti mimpi buruk. Sekelompok tentara Jepang yang mabuk berkeliaran dikota, mereka menjarah, memperkosa dan membunuh warga sipil sesuka mereka. Jika ada warga sipil yang diberhentikan dijalan dan ditemukan mereka tidak memiliki harta apapun, maka mereka akan segera dibunuh.


Selama masa ini, tentara Kekaisaran Jepang membunuh sekiatar 40.000 hingga 300.000 orang. Jumlah tersebut adalah keseluruhan warga sipil dan tentara yang terbunuh. Jenazah dari ribuan korban pembantaian dibuang ke Sungai Yangtze hingga air sungai tersebut berwana merah yang diakibatkan dari mayat korban pembantaian. Setelah menjarah Kota Nanking, Jepang membakar    dan memusnahkan sepertiga dari wilayah kota.

Dikutip dari The History Place, peristiwa memilukan itu terjadi sampai awal Februari 1938. Tua atau muda, laki-laki atau perempuan, siapa saja bisa ditembak oleh tentara Jepang karena alasan apa pun. Mayat bisa dilihat di mana-mana di seluruh kota. Jalan-jalan Nanking menjadi              merah karena darah. Mereka yang tidak terbunuh dibawa ke pinggiran kota dan dipaksa untuk   menggali kuburan mereka sendiri.

 Siapa yang bertanggung jawab?

Segala pemerkosaan, pembunuhan, dan penjarahan yang dilakukan pasukan Jepang diperintahkan oleh Matsui Iwane, komandan jenderal Tentara Jepang untuk Front China. Pada 1940, Jepang menjadikan Nanking sebagai ibu kota pemerintahan boneka China yang dipimpin oleh Wang Ching-wei.

Tak lama setelah berakhirnya Perang Dunia II, Matsui dan Tani Hisao, seorang letnan jenderal yang berpartisipasi dalam tindakan pembunuhan dan pemerkosaan, dinyatakan bersalah atas kejahatan perang oleh Pengadilan Militer Internasional untuk Timur Jauh. Mereka dihukum gantung            di Penjara Sugamo pada 23 Desember 1948. Namun di Jepang ia diperlakukan bak pahlawan. Ia bersama dengan 13 terdakwa lainnya, mendapat tempat kehormatan di Kuil Yasukuni.

 Pemerkosaan dan pembantaian terjadi juga dikarenakan para perwira dan prajurit diberi pemahaman bahwa, saat merebut Nanking, mereka bebas menjarah dan membunuh sesuka mereka. Kebijakan ini didukung oleh komandan pasukan ekspedisi yang ditunjuk Jepang, Pangeran Yasuhito Asaka, yang mengeluarkan perintah tertulis untuk "membunuh semua tawanan." Pangeran Asaka bebas dari dakwaan dikarenakan memiliki kekebalan hukum.

Peristiwa Nanking menjadi subjek yang sangat sensitif antara Jepang dan China hingga saat ini. Peristiwa ini juga membuat hubungan China-Jepang begitu rumit. Pembantaian itu dikenang secara luas di China sebagai simbol penderitaan bersama bangsa. Peringatan pemerkosaan dan pembantaian di Nanking adalah pilar penting identitas nasional China.

Copyright © anakmtrnd. Designed by anakmtrnd